Sejarah Batik Semarang

22.36 Edit This 0 Comments »

Terbakarnya Kampung Batik di kawasan Bubakan, Kota Semarang,pada zaman pendudukan Jepang ikut andil terhadap tenggelamnya batiksemarang, selain karena kalah bersaing dengan batik printing.Padahal, waktu itu terdapat puluhan industri batik dengan jumlah perajin mencapai ratusan orang.
Kini, industri batik semarang di Kota Semarang kurang dari lima,itu pun baru berjalan tiga tahun terakhir. Dua di antaranya adalah Batik Semarang 16 milik Uni S Adi Susilo sejak 2005 dan BatikSemarang Indah milik II W Endah sejak 2006. Namun, bibit pengembangan batik semarang mulai ada. Kini ada sekitar 100 pembatik yang tertarik membuat batik semarang, baik untuk
mengisi waktu luang maupun berniat mengembangkannya. "Saya tertarik ikut pelatihan membatik karena batik semarang masih jarang. Dahulu ada, sekarang tidak ada. Saya ingin
mengembangkan batik semarang," kata Aris (31), warga Kelurahan Mijen yang pernah mengikuti pelatihan membatik di Marabunta, Kawasan Kota Lama. Mayasari Sekarlaranti atau biasa disapa Nita dari Paguyuban Pecinta Batik Indonesia Bokor Kencono mengatakan, jumlah pembatik pemula tersebut merupakan suatu hal yang menggembirakan. Memang belum sebanyak di Solo, Pekalongan, atau sentra-sentra batik rakyat lainnya, tetapi paling tidak menunjukkan minat warga Kota Semarang untuk "membangkitkan" lagi batik semarang yang selama ini seolah hilang. Ia berharap, batik semarang akan jaya seperti dahulu. Dalam berita Belanda (Kolonial Verslag, 1919 & 1925), disebutkan bahwa industri batik di Semarang mencapai 107 buah, dengan jumlah perajin sebanyak 800 orang. Memang, Semarang di sini bisa Kota Semarang dan Kabupaten Semarang karena batas wilayah waktu itu belum seperti sekarang. Sejarawan dari Universitas Diponegoro Semarang Dr Dewi Yuliati mengatakan, batik semarang pernah jaya pada awal abad ke-20 hingga tahun 1980-an. Pada awal abad ke-20 ada perusahaan batik "Batikkerij Tan Kong Tien" yang cukup ternama pada waktu itu, kemudian pada tahun 1980-an ada perusahaan batik "Sri Retno" yang cukup penting bagi industri batik di Kota Semarang. "Setelah itu, batik semarang seolah lenyap karena terdesak batik printing. Baru sekitar tahun 2005 ada Batik Semarang 16 yang kembali memproduksi batik semarang," kata Dewi yang meneliti soal batik semarang sejak sekitar tahun 2000. Ditemui terpisah, Umi mengatakan, ia tidak sengaja mengembangkan batik semarang. Awalnya, ia hanya ingin menjawab pertanyaan siswa yang ikut pelatihan batiknya. "Kalau ada batik pekalongan, batik tegalan, batik lasem, apa ada batik semarang, Bu," kata Umu menirukan pertanyaan salah satu siswanya waktu itu. Umi pun berusaha mencari jawaban dari sejumlah literatur. Dan memang, batik semarang dulu pernah ada dan berjaya pada awal abad ke- 20. Bahkan, sejumlah orang Belanda menyimpan koleksi batik semarang di negaranya. Dari buku-buku tersebut, yang beberapa mencantumkan foto koleksi batik semarang milik orang Belanda, Umi merepro motif batik semarang. Ia juga mengembangkan motif sendiri seuai ikon-ikon Kota Semarang seperti ceplok kampung melayur yang diambil dari motif sekat masjid di KampungMelayu, blekok srondol, asem arang, lawang sewu. Lain lagi dengan Iin, ia mengembangkan batik semarang karena ingin mengembalikan kejayaan Kampung Batik, kampung halamannya. "Saya punya buku yang menampilkan batik semarang di Los Angeles.
Dari situ kami pelajari dan tiru," katanya. Pada Jumat (2/5) malam lalu, perancang busana Anne Avantie bersama sejumlah perancang busana menggelar pergelaran busana batik semarang. Upaya membangkitkan kejayaan batik semarang sudah dimulai, kini tergantung warga Semarang menyikapinya.

0 komentar: